MediAmpera.COM – Puluhan
massa yang tergabung dalam berbagai elemen masyarakat dan komunitas
lingkungan, melakukan aksi unjuk rasa damai di Simpang Mayang,
Kota Jambi, dalam rangka memperingati Hari
Bumi, Kamis sore 24 April 2025.
Aksi ini diinisiasi oleh Extinction Rebellion Jambi
bertajuk “Jaga Jambi Jaga Bumi: Yang Tumbuh Bukan Kehidupan Tapi Ketimpangan
dan Krisis Iklim.” Dikutip dari jambione.com
Momentum Hari Bumi ini, menjadi panggilan untuk
menyatukan suara-suara kritis dan memperkuat solidaritas lintas sektor dalam
memperjuangkan keadilan lingkungan dan keberlanjutan hidup.
Aksi ini juga menjadi bentuk perlawanan terhadap
pembangunan yang tidak berpihak pada rakyat dan lingkungan.
Di tengah krisis iklim yang semakin parah, pemerintah
justru terus mendorong proyek-proyek pembangunan yang tidak menjawab kebutuhan
rakyat, bahkan memperburuk kondisi ekologis dan sosial.
Di Provinsi Jambi, pembangunan kerap dilakukan tanpa
perencanaan matang dan cenderung mengabaikan aspek keberlanjutan.
Akibatnya, masyarakat terutama yang tinggal di sekitar
proyek, terus mengalami kerugian. Salah satunya proyek pembangunan Jambi
Business Center (JBC)
di kawasan simpang Mayang, yang menyebabkan bencana banjir makin sering
terjadi dan makin parah dampaknya di wilayah tersebut.
“Ruang Kota Jambi
sekarang menjadi komoditas ekonomi, tata ruang berubah jadi tata uang. Dengan
dalih investasi, semua dikorbankan, termasuk hak hidup masyarakat dan
kelestarian lingkungan,” tegas massa aksi.
Aksi ini juga menyuarakan sejumlah tuntutan kepada
pemerintah dan pihak terkait. Berikut tuntutan massa:
1. Memperbaiki RTRW Kota Jambi agar sesuai dengan
kebutuhan ekologis dan sosial masyarakat.
2. Menindak tegas bangunan yang melanggar aturan dan
menyebabkan banjir.
3. Menghentikan pemberian izin pembangunan di kawasan
resapan air.
4. Melakukan audit lingkungan terhadap proyek pembangunan Jambi
Bisnis Center (JBC).
Koordinator Extinction Rebellion Jambi, Irwanda Nauufal
Idris mengatakan, pemerintah harus bersikap jujur dan terbuka kepada
publik mengenai kondisi lingkungan hidup di Jambi yang sesungguhnya.
“Jangan sembunyikan data atau fakta. Rakyat berhak tahu
dampak pembangunan terhadap ekosistem dan kehidupan mereka,” ujarnya.
Korlap aksi Risma Pasaribu, menekankan, bahwa perjuangan
keadilan iklim tidak bisa dilepaskan dari tiga prinsip utama: Keadilan
Pengakuan (Recognitional Justice), Keadilan Prosedural (Procedural Justice),
dan Keadilan Distributif (Distributive Justice).
Dia mengingatkan, segala bentuk pembangunan, termasuk
mitigasi dan adaptasi terhadap krisis iklim, tidak boleh memperparah
ketimpangan yang ada.
“Kami tidak menolak pembangunan. Tapi kami menolak
pembangunan yang dibangun di atas air mata rakyat. Jika masalah tata kota ini
terus diabaikan, maka pemerintah sedang merampas hak hidup yang nyaman dari
banyak orang,” pungkas Risma.
Armando rekan aksi dari mahasiswa merah dan salah satu
warga terdampak banjir menyampaikan kesaksiannya sebagai korban banjir akibat
proyek pembangunan JBC:
“Saya adalah korban banjir. Sejak pembangunan JBC
dimulai, rumah saya selalu terancam setiap kali hujan. Pemerintah belum juga
memberi tanggapan. Kami minta buka dokumen Amdal, dan cek kondisi sungai yang
diduga sudah ditutup di lokasi proyek itu," ungkapnya.
Aksi ini ditutup dengan pembacaan puisi, orasi, dan
pembagian selebaran informasi kepada masyarakat. Pesan utama yang ingin
disampaikan adalah bahwa perjuangan lingkungan bukan sekadar urusan alam, tapi
juga soal keadilan sosial, ruang hidup, dan masa depan bersama.
Mengutip Mahatma Gandhi “Dunia cukup untuk memenuhi
kebutuhan semua orang, tetapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan segelintir
orang.***
Editor
: MAS
0 Komentar